AJI menolak revisi UU Penyiaran. Sumber. CNN Indonesia
Undang-undang (UU) Penyiaran telah berkali-kali diubah, serta banyak penetapan baru yang dicanangkan di akhir periode kini. Penetapan yang ada menimbulkan banyak kontroversi dari berbagai pihak, khususnya pihak yang bersangkutan yaitu Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Pada Rabu (24/04), pihak AJI menolak atas revisi UU Penyiaran karena dinilai mengancam kebebasan pers. Selain dari AJI, kabar tersebut juga menuai banyak komentar dari berbagai pihak.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), semester enam, Atsal Prasetyo mengatakan, revisi tersebut sangat disayangkan karena kurang adanya transparansi terhadap masyarakat Indonesia. Seharusnya pihak yang berwenang dapat melibatkan seluruh komponen jurnalis.
“Jika banyak melibatkan komponen-komponen jurnalis, pihak-pihak yang bersangkutan dapat menyuarakan aspirasi kepada pihak yang berwenang. Dengan itu, semoga untuk pihak yang berwenang dapat mengkaji ulang tindakan yang dicanangkan, serta mendengarkan suara masyarakat agar demokrasi di Indonesia tetap terjaga dalam berbagai hal,” jelasnya.
Mahasiswa FDIKOM, jurusan Jurnalistik, semester empat, Siti Rahmadila menuturkan, revisi tersebut merugikan pihak jurnalis yang akan sangat memprihatinkan di akhir periode. Hal tersebut berpotensi mengurangi kebebasan pers layaknya media yang memberikan informasi akurat dan transparan kepada masyarakat. Hal ini juga cukup menghambat pekerjaan jurnalis, khususnya bagi mereka yang menjadikannya sebagai mata pencaharian.
“Pihak yang berwenang seharusnya melakukan pengkajian mendalam untuk merevisi UU Penyiaran tanpa merugikan pihak manapun. Langkah penting lainnya juga mesti tetap memperhatikan prinsip-prinsip kebebasan pers, perlindungan terhadap wartawan, serta kepentingan publik secara menyeluruh. Dengan itu, perlu adanya dialog dan diskusi terbuka untuk memahami berbagai sudut pandang dan kepentingan yang ada,” tuturnya.
(Fadil Achmad Fauzi)