RDK FM

Presiden Jokowi yang sedang meninjau langsung kereta cepat Whoosh. Sumber. BeritaSatu


Peningkatan utang PT Kereta Api Indonesia KAI mencapai angka fantastis, yakni Rp565 triliun pada kuartal pertama 2024. Lonjakan utang ini terjadi setelah diluncurkannya layanan kereta cepat Whoosh, yang diharapkan dapat menggenjot mobilitas dan perekonomian nasional. Namun, kondisi keuangan yang memburuk ini memunculkan berbagai tanggapan dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa yang mempertanyakan dampak dan keberlanjutan operasional perusahaan pelat merah tersebut.

Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), jurusan Pendidikan Fisika, semester empat, Rangga Lesmana Dwi Putra mengatakan, dikarenakan Whoosh masih di tahap awal, mungkin kontribusinya terhadap pendapatan PT KAI belum signifikan. Namun, biaya operasional dan konstruksinya tinggi, sehingga dikhawatirkan justru menambah beban keuangan PT KAI. 

“Sebetulnya, untuk Whoosh ini belum waktunya karena masih ada hal yang lebih diprioritaskan. Misalnya seperti lebih baik adanya pengoptimalan Kereta Rel Listrik (KRL). Dengan itu, barulah layak untuk adanya Whoosh yang mungkin juga beberapa tahun ke depan baru bisa dikatakan layak. Pemerintah mungkin bisa membantu dengan memberikan pinjaman kepada PT KAI dengan bunga yang lebih rendah,” ujarnya.

Dirinya menambahkan, dampak peningkatan utang terhadap layanan past akan sangat berpengaruh. Seperti pada KRL Rangkas-Tanah Abang yang biasanya tarifnya 3-6 ribu, mungkin akan bertambah seiring waktu jika utang PT KAI tidak menurun. PT KAI juga bisa saja menjadi terbatas dalam berinvestasi pada infrastruktur baru, bahkan bisa terjadi penurunan kualitas layanan, misalnya frekuensi kereta api yang tadinya setiap 15 menit bisa menjadi 20 menit sekali.

Anggota Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMBIO) Oryza Sativa, Fakultas Sains dan Teknologi, Nadia Maimunah Nuraini menyatakan, peningkatan utang menjadi Rp565 triliun pada kuartal pertama itu harus patut jadi perhatian serius. Hal tersebut menunjukkan ada ketidakseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran perusahaan. 

“PT KAI seharusnya melakukan evaluasi dan mencari solusi agar kondisi ini tidak semakin buruk. Mungkin peningkatan utang ini disebabkan oleh pembangunan infrastruktur dan biaya operasional PT KAI yang sangat besar, proyek-proyek besar seperti kereta cepat Jakarta-Bandung dan Light Rail Transit (LRT) mungkin turut berkontribusi pada kenaikan utang,” tuturnya.

(Rayhan Anugerah Ramadhan)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *