Suasana berlangsungnya PSYTALK Series di Gedung Auditorium Harun Nasution.
Pada Rabu (05/6), Fakultas Psikologi UIN Jakarta bersama dengan Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (DEMAF) Psikologi UIN Jakarta menggelar PSYTALK Series. Acara tersebut diadakan di Gedung Auditorium Harun Nasution dengan tema “Moderasi Beragama di Kalangan Generasi Milenial dan Gen Z”. Tujuan dari acara ini adalah untuk meningkatkan kesadaran tentang moderasi beragama bagi para pemuda di era saat ini. Acara ini terbuka untuk umum, sehingga dari semua kalangan turut hadir dalam memeriahkan acara.
Ketua Pelaksana, Ihsan Bayanul Haq menuturkan, moderasi beragama sangat relevan, terutama untuk para mahasiswa UIN Jakarta yang memiliki pandangan beragam. Dengan itu, PSYTALK Series hadir untuk menata keseimbangan dalam beragama. Sebab, moderasi beragama sangat berkesinambungan dengan psikologi, sehingga hadirnya acara ini dapat menciptakan keseimbangan antara pemahaman agama dan kejiwaan.
“Acara dikemas menarik dengan mengundang tokoh penting seperti Husein Bin Jaf’ar Al-Hadar. Kepanitiaannya sendiri dibentuk melalui DEMAF Psikologi dengan naungan Fakultas Psikologi. Tema yang diangkat bertujuan untuk menyadarkan hadirin agar lebih peka terhadap dunia dan akhirat. Acara tersebut juga memberikan pemahaman kepada para hadirin dalam menghargai dan mempelajari kemajemukan,” tuturnya.
Mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI), jurusan Dirasat Islamiyah, semester empat, Mawritsa Kamaliya menyatakan, hadirnya PSYTALK Series dengan pemahaman mengenai moderasi beragama menjadi sebuah ilmu tambahan yang didapatkan di luar kelas. Sebab, moderasi bukan hanya kata, tetapi juga bagaimana bersikap guna menghindarkan hal-hal yang menjerumuskan ke dalam perbuatan yang tidak baik.
“Mahasiswa diajarkan untuk kembali kepada agama, tetapi tidak tertutup dengan perubahan baru. Sebab, perbedaan adalah sebuah rahmat dan fitrah yang diberikan oleh Allah, bukan untuk dihindari tetapi harus diindahkan. Moderasi beragama di Indonesia memiliki tantangan yang lebih besar karena banyaknya keanekaragaman yang dimiliki. Namun, hal tersebut menunjukkan keindahan yang sesungguhnya,” ungkapnya.
Dirinya berharap, karena di era digital kini moderasi beragama memerlukan kebijakan edukasi di media sosial, khususnya guna menghindari kesalahpahaman pola pikir, harapannya mahasiswa lebih peka terhadap narasi moderasi beragama. Selain itu, alangkah baiknya jika dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, serta berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang harmonis dan toleran.
(Gisska Putri Hidayat)