
Salah satu panti asuh yang terjerat kasus kekerasan seksual dan tidak memiliki izin Dinsos. Sumber. Radar Pena
Setelah terkuaknya kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur yang mencengangkan satu pekan lalu, isu ini menjadi polemik tersendiri di berbagai elemen masyarakat. Kasus ini terjadi di salah satu panti sosial atau panti asuh di Bilangan Tangerang dan sangat mengkhawatirkan, karena panti seharusnya adalah tempat berlindung bagi mereka yang kurang beruntung, tetapi malah menjadi neraka bagi korban kekerasan seksual tersebut. Peran pemerintah seperti Dinas Sosial (Dinsos) patut dipertanyakan karena masih banyak panti yang beroperasi tanpa izin dan disalahgunakan. Mahasiswa UIN Jakarta pun ikut menanggapi hal ini.
Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA), semester lima, Adi Saputra menjelaskan, sebagai mahasiswa pendidikan, ia sangat kasus kekerasan seksual di panti asuh yang belakangan ini viral sangat meresahkan. Sebab, panti asuh seharusnya menjadi tempat yang aman, mendidik, dan memberikan perlindungan bagi santri serta anak-anak yang tinggal di sana.
“Kasus-kasus kekerasan seksual ini tidak hanya merusak citra lembaga-lembaga tersebut, tetapi juga menghancurkan masa depan anak-anak yang menjadi korban. Dengan itu, pendidikan tentang hak-hak anak, kesadaran akan isu kekerasan seksual, dan mekanisme pelaporan yang mudah dan aman bagi para korban harus diperkuat. Sebagai mahasiswa, kita juga harus aktif terlibat dalam kampanye dan advokasi untuk perlindungan anak, serta memberikan edukasi kepada masyarakat agar lebih waspada,” jelasnya.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI), semester tiga, Rakha Ahmad Ramadhan menuturkan, peningkatan angka kekerasan seksual disebabkan oleh berbagai faktor, seperti pergaulan sekitar yang tidak sehat. Hal ini juga berkaitan dengan dampak buruk dari media sosial, di mana banyak anak-anak maupun orang tua tidak dapat mengontrol diri, sehingga terpengaruh oleh konten-konten menyimpang yang mengarah pada seksualitas itu sendiri.
“Mahasiswa adalah pionir utama dalam menyuarakan hal-hal yang baik. Oleh karena itu, untuk menciptakan dan menekan angka kekerasan seksual di mana pun itu berada, kita perlu menciptakan berbagai kampanye tentang hidup sehat, tanpa kekerasan, dan kekerasan seksual terhadap siapa pun. Kini, bukan hanya wanita saja yang menjadi target kekerasan seksual, tetapi laki-laki pun bisa menjadi korban, bahkan anak di bawah umur menjadi yang paling rentan,” tuturnya.
(Rayhan Anugerah Ramadhan)