107.9 RDKFM

Jelang Hari Santri, Mahasiswa Desak Regulasi untuk Pendidikan Pesantren yang Lebih Demokratis

Jelang Hari Santri, desakan muncul untuk regulasi yang mendukung pendidikan pesantren yang lebih demokratis. Sumber. melihatindonesia.id Menjelang peringatan Hari Santri Nasional, muncul kembali sorotan terhadap isu feodalisme di lingkungan pesantren. Tradisi santri yang menunjukkan kepatuhan kepada kiai dinilai sebagian kalangan sebagai bentuk ketimpangan relasi kuasa, sementara pihak lain memandangnya sebagai wujud adab dan penghormatan terhadap guru. Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI) semester tiga, Robiah Al Adawiyah menyampaikan, hubungan antara santri dan kiai di pesantren bukanlah bentuk feodalisme, melainkan tradisi adab dan penghormatan terhadap guru. Menurutnya, sikap tunduk dan sopan santri merupakan wujud ketulusan dalam menuntut ilmu serta penghargaan kepada kiai yang berperan sebagai pembimbing spiritual sekaligus orang tua kedua di lingkungan pesantren. “Hubungan santri dan kiai itu bukan karena kiai lebih tinggi derajatnya, tapi karena kiai dianggap sebagai guru dan pembimbing. Santri tunduk dan sopan bukan karena takut atau terpaksa, melainkan karena keikhlasan menuntut ilmu. Soal isu kiai mencari kekayaan lewat agama juga tidak sepenuhnya benar. Biasanya, honor ceramah hanya bentuk tanda terima kasih dari jamaah, bukan permintaan kiai. Jadi tidak bisa disamaratakan, karena hanya oknum tertentu saja yang mungkin berbuat seperti itu,” ujarnya. Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), jurusan Ilmu Politik (Ilpol) semester tiga, Achmad Naufal Syakir mengungkapkan, perlu adanya regulasi yang mengatur sistem pendidikan dan budaya di pesantren agar lebih demokratis dan adaptif terhadap perkembangan zaman. Menurutnya, langkah tersebut penting untuk menjaga nilai-nilai tradisional pesantren tanpa menghilangkan semangat keterbukaan serta partisipasi aktif seluruh elemen di dalamnya. “Diperlukan undang-undang yang meregulasi sistem belajar dan budaya di pesantren agar lebih demokratis. Tujuannya bukan untuk mengubah nilai-nilai pesantren, melainkan memberi ruang bagi santri untuk berpendapat dan berperan dalam proses belajar. Dengan begitu, pesantren dapat mempertahankan tradisinya sekaligus menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat,” ujarnya. (Fayruz Zalfa Zahira)