Lapak pedagang di salah satu kantin sekolah di Jakarta. Sumber. VOI
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) tengah mempertimbangkan untuk memberlakukan retribusi pada kantin sekolah. Menurut Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta, Sutikno mengatakan, kantin sekolah memiliki potensi besar dalam menyumbang pendapatan yang signifikan. Pernyataan tersebut menuai berbagai macam tanggapan masyarakat, termasuk mahasiswa UIN Jakarta.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), semester lima, Alauddin Hilmi menjelaskan, dengan diterapkan pajak terhadap kantin sekolah, hal ini akan menyebabkan berbagai polemik. Jika dari sisi sosial, hal ini menjadi beban bagi siswa, orang tua, dan pengelola kantin, karena pasti akan ada kenaikan harga pada produk yang di jual.
“Perlu adanya penyampaian informasi yang terbuka dan to the point terkait wacananya. Perlu juga adanya diskusi dan sosialisasi kepada masyarakat guna mengevaluasi dan memberikan umpan balik dari wacana ini. Harapan saya, semoga pemerintah bisa memikirkan kembali. Buatlah wacana yang setara bagi rakyat, sehingga tidak ada kalangan yang dirugikan,” jelasnya.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Jurnalistik, semester tiga, Mahessa Kholiviar menerangkan, dirinya sangat tidak setuju dengan adanya pungutan pajak terhadap kantin di sekolah. Sebab, kantin menjadi salah satu elemen penting yang ada di sekolah. Jika dikenakan pajak, hal ini akan menciptakan ketidakseimbangan perihal barang yang dijual.
“Saya berharap wacana tersebut tidak terealisasikan karena akan menghimpit rakyat kecil. Sebab, tidak dapat dipungkiri bahwa pedagang di kantin sekolah berdagang untuk menghidupi keluarga. Dari segi siswa, seperti di sekolah negeri, maka mayoritas diisi oleh kelas menengah, dan beberapa cenderung menengah kebawah. Jadi wacana ini mesti dipertimbangkan,” jelasnya
(Rayhan Anugerah Ramadhan)