Berlangsungnya PPDB pada salah satu sekolah di Indonesia. Sumber. Radar Bogor
Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis zonasi kembali menuai sorotan akibat berbagai permasalahan dalam implementasinya. Kebijakan ini awalnya dirancang untuk pemerataan akses pendidikan, tetapi sering memunculkan protes karena ketimpangan kualitas sekolah di berbagai wilayah. Beberapa pihak menilai sistem ini justru mempersempit peluang siswa untuk masuk ke sekolah unggulan. Kritikan terhadap sistem zonasi semakin menguat, pemerintah didesak segera mengevaluasi kebijakan tersebut.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), semester tujuh, Salsabila Putri Azzahro menuturkan, pemerintah seharusnya lebih fokus meningkatkan kualitas pendidikan secara merata di seluruh sekolah sebelum menerapkan sistem ini. Dengan begitu, tujuan pemerataan pendidikan dapat tercapai tanpa menimbulkan keresahan baru.
“Menurut saya, implementasinya masih banyak kekurangan, terutama terkait ketimpangan kualitas sekolah di berbagai daerah. Jika sekolah di wilayah tertentu tidak memiliki fasilitas dan tenaga pengajar yang memadai, maka siswa yang tinggal di zona tersebut dirugikan dan tidak bisa memilih untuk masuk sekolah yang lebih unggul,” tanggapnya.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI), semester tiga, Fatimah Zahro menuturkan, pemerintah perlu memprioritaskan perbaikan fasilitas dan pelatihan guru di sekolah-sekolah non-unggulan agar siswa tidak merasa dirugikan dan proses ngajar mengajar berjalan baik.
“Pemerintah perlu adanya ke sekolah-sekolah yang masih di bilang kurang untuk kasih edukasi ke guru terkait kurikulum, pelatihan, dan memperbaiki fasilitas agar fasilitas sekolah yang memadai merata guna siswa merasa nyaman dan didukung oleh pemerintah,” pungkasnya.
(Edith Indah Lestari)