
Perpanjangan SIM salah satu Warga Negara Indonesia (WNI). Sumber. Disway
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Rakyat Indonesia (DPR R-I), Benny K. Harman, dalam Rapat Kerja Komisi III DPR RI bersama Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polisi Republik Indonesia (Polri), mengkritik proses perpanjangan Surat Izin Mengemudi (SIM) yang dinilainya menyulitkan masyarakat karena memakan waktu lama dan biaya tinggi. Ia mencontohkan kasus di salah satu kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT), di mana warga harus pergi jauh ke Kupang untuk mengurus perpanjangan SIM akibat kerusakan mesin cetak di daerah tersebut.
Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), semester tujuh, Rachma Marchya Budiyanto menjelaskan, sebagai pengguna kendaraan pribadi, dirinya belum memiliki SIM. Hal ini didorong banyak faktor, diantaranya belum ada keperluan yang mengharuskan, serta sedikit malas membuat karena memakan biaya yang cukup banyak. Terlebih, keberlakuannya hanya sebatas lima tahun.
“Dalam membuat SIM juga sudah menjadi rahasia umum banyaknya calo atau pungutan liar (pungli) yang terjadi dalam prosesnya, bahkan hingga surat-surat kendaraan. Banyak sekali masyarakat yang memilih tidak membuat SIM atau tidak mengurus surat-surat yang seharusnya ada. Bukan masyarakat tidak peduli dengan hal tersebut, tetapi sistem birokrasi yang digunakan sangat berbelit-belit Jika SIM berlaku seumur hidup, tidak ada lagi proses perpanjangan, sehingga peluang untuk pungli berkurang,” jelasnya.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), semester tiga, Rahmadina Al Fathiyah menanggapi, pernyataan dari salah satu anggota DPR RI patut diapresiasi dan harus dikaji lebih mendalam, karena hal ini sangat fundamental bagi masyarakat kecil. Proses dipersulit seakan-akan dibuat skenario agar masyarakat menggunakan calo dalam mengurus surat-surat kendaraan.
“Akan efektif jika sosialisasi cukup serta harus adanya komitmen dari setiap stakeholder untuk menciptakan iklim birokrasi surat-surat penting. Hal ini bertujuan agar setiap proses mudah diurus dan tidak dipersulit. Selain itu, komitmen dan kerja sama tersebut harus diikut sertakan regulasi undang-undang yang jelas dalam mengaturnya, sekaligus hukuman yang membuat setimpal dan jera bagi siapa saja yang melanggar peraturan tersebut,” pungkasnya.
(Rayhan Anugerah Ramadhan)