
Proses pembahasan revisi uu minerba, di BALEG DPR RI. Sumber. Kompas.com
Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) memicu berbagai kontroversi. Tujuan utama revisi ini adalah mempercepat hilirisasi minerba. Namun, proses legislasi yang tergesa-gesa mengabaikan prinsip transparansi dan partisipasi publik. Kontroversi lain muncul dari usulan untuk melibatkan perguruan tinggi dalam pengelolaan pertambangan, yang menimbulkan perdebatan mengenai kesiapan dan kompetensi dalam menangani aspek teknis dan lingkungan kegiatan pertambangan.
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin (FU), jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (IAT), semester delapan, Muhammad Fadlan Huda mengungkapkan, setiap informasi atau kebijakan yang akan diterapkan oleh pemerintah seharusnya dibahas secara transparan agar masyarakat mengetahui dampak yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut.
“Pemerintah perlu lebih terbuka dalam memberikan informasi kepada publik mengenai revisi ini. Dengan demikian, masyarakat dapat memahami manfaat serta potensi risiko yang mungkin timbul dari kebijakan tersebut,” ungkapnya.
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), jurusan Perbandingan Mazhab (PMH), semester enam, Muhammad Randy menuturkan, perguruan tinggi sebagai ruang berpikir dan mengkaji ilmu tidak seharusnya mendapat kewenangan dalam hal ini. pengelolaan tambang seharusnya diserahkan kepada pihak yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tersebut.
“Perguruan tinggi seharusnya berfokus Tri Dharma yang dimilikinya. Jika perguruan tinggi terlibat dalam pengelolaan tambang, hal itu dapat mengganggu independensi akademik mereka dan mempengaruhi kualitas pendidikan yang diberikan,” tuturnya.
(Mahendra Dewa Asmara)