Peretasan pusat data nasional. Sumber. WIRED.
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menjelaskan upaya memperbaiki gangguan Pusat Data Nasional sementara. Salah satunya berkoordinasi langsung dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) dan juga Telkom Sigma. Dari hasil temuan yang diraih, insiden yang terjadi sejak 20 Juni 2024 lalu merupakan serangan ransomware Brain Cipher. Ini merupakan jenis terbaru dari ransomware LockBit 3.0, berdasarkan sampel yang diambil. Menyikapi isu darurat tersebut, mahasiswa UIN Jakarta berikan pendapatnya.
Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST), jurusan Teknik Informatika (TI), semester empat, Acha Mumtaza menuturkan, hal tersebut terjadi berdasarkan simpang siur terhadap pemerintah yang tidak mau membayar biaya tebusan pada tersangka peretas. Hal tersebut yang akhirnya menjadikan data penduduk tidak berada dalam posisi aman, sehingga menurunkan kepercayaan masyarakat pada sistem keamanan digital pemerintah.
“Meningkatkan keamanan siber dengan teknologi terbaru, hingga pemenuhan anggaran untuk sumber keamanan siber menjadi langkah yang semestinya dilakukan oleh pemerintah. Adapun pencegahan alternatif yang dapat dilakukan, yaitu pengadaan program pelatihan dan edukasi pada masyarakat terhadap isu keamanan siber. Pelaku yang berani meretas data penduduk pun patut mendapatkan hukuman yang sesuai dengan kejahatannya. Dengan tujuan tidak hanya memberikan efek jera, tetapi juga mengembalikan hak kesejahteraan dan keadilan bagi para korban,” tuturnya.
Mahasiswa FST, jurusan Matematika (MTK), semester empat, Ridho Rafif Alhabsyi menanggapi, bahaya yang ditimbulkan karena adanya peretasan data nasional tentu sangat mengancam keselamatan data pribadi penduduk Indonesia. Walaupun sebetulnya dapat diatasi dengan cara mempertebal firewall di server data Kominfo, tetapi hal tersebut tidak begitu menjamin bahwa peretasan data tidak akan terjadi kembali.
“Hal tersebut tentu tidak dapat disepelekan begitu saja oleh pemerintah dan masyarakat. Penindaklanjutan harus segera dilakukan, yakni dengan cara perekrutan pengurus Kominfo dengan orang yang jauh lebih peduli dan paham, serta tidak gagap terhadap teknologi (gaptek). Sama seperti opini kebanyakan orang, bahwa pelaku harus segera mendapatkan ganjaran hukuman yang setimpal atas apa yang sudah dilakukan. Saya berharap semoga peningkatan keamanan yang prima terhadap data penduduk dapat jauh lebih terealisasikan,” pungkasnya.
(Keyzar Devario)