
Sri Mulyani yang akan komandoi Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan. Sumber. Tempo.co
Presiden Prabowo Subianto mendirikan sebuah lembaga baru bernama Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan. Lembaga ini dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 158 Tahun 2024 yang mengatur tentang Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa badan ini berada di bawah struktur Kementerian Keuangan, serta dikomandoi langsung oleh seorang kepala yang bertanggung jawab kepada menteri. Komando tersebut yang akan memimpin langsung adalah Sri Mulyani.
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), jurusan Ekonomi Syariah, semester tujuh, Muhammad Dwi Rizky menjelaskan, pembentukan Badan Intelijen Keuangan ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat keamanan dan stabilitas di sektor keuangan nasional. Dengan Sri Mulyani sebagai pemimpin, badan ini akan memiliki fokus yang lebih jelas dalam menangani berbagai masalah keuangan, seperti praktik pencucian uang dan korupsi.
“Tantangan utama yang mungkin dihadapi adalah kemampuan Badan Intelijen Keuangan ini untuk mengikuti pesatnya perkembangan teknologi keuangan, termasuk fintech dan transaksi kripto yang sulit dilacak. Badan ini perlu terus memperbarui pemahaman teknologinya dan menjalin kolaborasi dengan para ahli, termasuk di bidang keuangan syariah, agar pengawasannya tetap efektif dan relevan,” jelasnya.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), semester tiga, Amirul Khidir menanggapi, pembentukan badan ini berpotensi memberikan dampak positif, asalkan pemerintah dapat menyampaikan informasi secara jelas dan tepat waktu. Pengawasan yang ketat terhadap transaksi keuangan akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan Indonesia. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, maka dampaknya bisa berbalik dan menimbulkan kebingungan.
“Sementara itu, melalui lensa komunikasi, pengaturan pembentukan badan ini seharusnya merupakan langkah untuk melindungi integritas sistem keuangan negara. Namun demikian, tantangan besar ada pada bagaimana seluruh informasi yang diperoleh dan disajikan oleh badan ini tidak menimbulkan stigma, khususnya pada sektor-sektor tertentu yang berpotensi besar terhadap risiko,” tanggapnya.
(Rayhan Anugerah Ramadhan)