
MRT sebagai salah satu moda transportasi publik, yang menunjang aktivitas masyarakat ibukota. Sumber. kompas.com
Gubernur Jakarta, Pramono Anung, menegaskan bahwa perluasan jalur Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta menuju Tangerang Selatan (Tangsel) menjadi salah satu prioritas pengembangan transportasi umum. Kini, proyek ini telah memasuki tahap uji kelayakan dan diskusi bersama berbagai pemangku kepentingan, dengan rute potensial mencakup jalur Pondok Aren–Serpong serta Ciputat–Pondok Cabe.
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum (PMH), semester enam, Zunnurain Subhan mengungkapkan, rencana perluasan rute MRT ke Tangsel tidak sepenuhnya membawa dampak yang baik. Meskipun jalur ini berpotensi mempermudah mobilitas mahasiswa menuju kampus, proses pembangunan dinilai bisa memicu kemacetan parah yang justru mengganggu aktivitas masyarakat di sekitar jalur tersebut.
“Sebagai alternatif, transportasi publik yang sudah tersedia, seperti Transjakarta, dianggap cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan mobilitas saat ini. Optimalisasi layanan yang ada dinilai lebih efisien dibandingkan memperluas jalur MRT yang berisiko menambah beban lalu lintas selama proses pembangunan berlangsung,” ungkapnya.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Jurnalistik, semester empat, Putri Ayu Retno Wulandari mengatakan, perluasan rute MRT hingga Tangsel akan memberikan manfaat besar, terutama jika stasiun dibangun di depan kampus. Kehadiran MRT dipandang dapat memudahkan mobilitas mahasiswa sekaligus memperluas akses ke berbagai moda transportasi publik.
“Di sisi lain, proses pembangunan jalur MRT diperkirakan akan menimbulkan kemacetan di sepanjang ruas jalan yang terdampak. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pemangku kepentingan, yang dituntut mampu mempercepat proses pembangunan sekaligus meminimalkan gangguan terhadap arus lalu lintas,” ujarnya.
(Mahendra Dewa Asmara)
Momentum Hari Raya Idul Adha yang jatuh bertepatan dengan peringatan Hari Lingkungan Hidup Pada Jumat (6/6), dimanfaatkan Muhammadiyah dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk menggalakkan gerakan green kurban. Melalui kerja sama ini, kedua lembaga mendorong panitia kurban agar mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, dengan beralih ke bahan ramah lingkungan seperti daun pisang atau alternatif lain yang lebih berkelanjutan.
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), Program Studi (Prodi) Hukum Keluarga (HK), semester delapan, Miftakhul Shafa Salsabila mengungkapkan, penerapan kebijakan green kurban merupakan langkah positif, terutama di tengah tingginya volume limbah plastik di Indonesia. Sampah plastik termasuk jenis limbah yang sulit terurai dan pengelolaannya kerap menjadi tantangan bagi lingkungan.
“Kebijakan pengurangan plastik dinilai relevan sebagai upaya konkret dalam menekan pencemaran lingkungan. Harapan pun disampaikan agar langkah serupa tidak hanya diterapkan pada momentum Idul Adha, melainkan dapat diintegrasikan ke dalam berbagai kegiatan lain di masa mendatang, sehingga budaya ramah lingkungan semakin meluas di masyarakat,” ungkapnya.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), Prodi Kesejahteraan Sosial (Kessos), semester empat, Rayhca Shafana Tazkiyah menuturkan, kegiatan green kurban sangat relevan untuk membantu mengurangi limbah di Indonesia, terutama karena potensinya dalam menekan dampak lingkungan dari praktik kurban tradisional. Agar manfaatnya lebih optimal, dukungan pemerintah serta partisipasi aktif masyarakat dinilai sangat penting dalam mendorong keberhasilan program ini.
“Selain itu, peran mahasiswa dalam penyelenggaraan kurban pun dinilai krusial. Tidak hanya terbatas sebagai panitia pelaksana, mahasiswa dapat berperan sebagai agen edukasi dan sosialisasi bagi masyarakat. Dengan keterlibatan yang lebih luas, mahasiswa diharapkan mampu menjadi penggerak inovasi dan perubahan, memperkuat kesadaran kolektif tentang pentingnya praktik ramah lingkungan dalam berbagai aktivitas keagamaan,” tuturnya.
(Nayla Putri Kamila)