
Larangan penggunaan BBM Subsidi bagi Ojol yang menuai protes. Sumber. Radar Lawu
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mengumumkan larangan bagi pengemudi ojek online (Ojol) untuk mengisi Bahan Bakar Mesin (BBM) bersubsidi. Hal ini memicu banyak protes dari berbagai pihak. Kebijakan ini dinilai tidak memperhatikan kondisi pekerja informal yang sangat bergantung pada subsidi untuk menjaga biaya operasional mereka. Pemerintah dianggap gagal memahami realita hidup Ojol yang berpenghasilan rendah, dan dinilai tidak berpihak pada rakyat kecil. Kebijakan ini dipandang sebagai masalah besar dalam penerapan kebijakan energi yang lebih adil.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI), semester tujuh, Bagus Prasetyo menuturkan, pemerintah perlu mencari solusi yang lebih bijaksana, seperti memperketat pengawasan subsidi BBM agar tidak disalahgunakan tanpa mengorbankan pengemudi Ojol. Langkah ini dinilai penting untuk menjaga keberlanjutan usaha mikro dan mendukung ekonomi rakyat kecil.
“Sebaiknya pemerintah mengkaji kembali terkait dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan ini. Di samping itu, pemerintah mesti mengupayakan solusi yang lebih inklusif bagi semua pihak dan tidak merugikan, seperti program pelatihan atau pemberian insentif untuk pengemudi Ojol,” tanggapnya.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), semester lima, Imam Ibra Abijan menuturkan, larangan bagi pengemudi OJOL untuk menggunakan BBM bersubsidi mencerminkan ketidakpahaman pemerintah terhadap kondisi nyata pengemudi, di mana sebagian besar bergantung pada pendapatan rendah. Kebijakan ini tidak memperhatikan tantangan ekonomi yang mereka hadapi sehari-hari.
“Kebijakan ini tidak hanya akan memberatkan pengemudi, tetapi juga berisiko merugikan sektor ekonomi mikro yang selama ini mendukung perekonomian keluarga. Padahal, banyak pengemudi yang mengandalkan subsidi untuk mengurangi pengeluaran mereka dan menjaga kestabilan finansial,” pungkasnya.
(Edith Indah Lestari)