
Anak-anak yang sedang mengakses internet. Sumber. Borneonews
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) mengusulkan adanya regulasi perlindungan bagi anak dalam ruang digital khusus, atau child online protection. Usulan tersebut masih dalam proses perencanaan berbagai pihak dan akan dirilis pada Juli 2024. Hla tersebut menjadi bentuk penindaklanjutan dari kasus perundungan, eksploitasi, dan lain sebagainya kepada anak-anak di internet.
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), jurusan Hukum Pidana Islam (HPI), semester empat, Ray Syifa Najwa menuturkan, pada dasarnya usulan dari Menkominfo tersebut terbilang cukup terlambat. Sebab, sudah banyak anak-anak yang menjadi korban, baik karena pengaruh negatif dari media sosial, atau minimnya perlindungan dan regulasi.
“Perlu adanya pembatasan konten, atau situs yang hanya bisa diakses anak-anak jika perlu. Di masa sekarang, banyak anak-anak yang sudah mengenal konten pornografi karena akses yang tidak terbatas. Jika platform sudah ada, perlu diadakannya sosialisasi untuk hasil yang optimal kepada masyarakat.Selain kolaborasi dengan peran orang tua, Menkominfo juga perlu bekerja sama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) guna penindaklanjutan,” ungkapnya.
Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA), semester empat, Muhammad Ganang Hidayat menjelaskan, sebagai sivitas akademika, adanya usulan tersebut merupakan hal yang harus didukung. Sebab, pada akhirnya anak-anak Indonesia memiliki platform khusus guna perlindungannya di internet.
“Meskipun langkah yang diambil kurang cepat, tetapi hal ini harus diapresiasi dan didukung demi kesuksesan wacana pemerintah. Usulan tersebut juga memiliki dampak baik bagi kelangsungan anak-anak bangsa. Namun, disamping itu, peran orang tua sangat dibutuhkan sebagai tangan pertama agar hasil sosialisasi berjalan semestinya,” jelasnya.
(Rayhan Anugerah Ramadhan)