Salah satu pameran seni yang pernah digelar di Indonesia, yakni di Banyuwangi. Sumber. Banyuwangikab
Menteri Kebudayaan (Menbud) tengah mengevaluasi ulang tarif panggung seni yang dianggap terlalu mahal oleh para seniman. Keluhan tersebut mencuat karena tingginya biaya yang dinilai menghambat kesempatan seniman, khususnya untuk tampil dan berekspresi. Pemerintah menyadari pentingnya mendukung ekosistem seni yang lebih inklusif dan terjangkau. Revisi tarif ini diharapkan dapat membuka lebih banyak peluang bagi seniman lokal untuk menunjukkan karyanya.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), semester tujuh, Alifia Albahrain menuturkan, kebijakan tersebut menjadi bukti nyata dari kurangnya pendanaan pemerintah untuk para seniman. Seharusnya pemerintah memberikan pendanaan lebih untuk mereka yang mengadakan event, dibandingkan menurunkan tarif panggung untuk meminimalisir tempat tidak layak dan permintaan uang liar.
“Jika tarif diturunkan, dikhawatirkan kualitas panggung atau fasilitasnya ikut menurun, sehingga justru akan merugikan para seniman. Saya pikir masalahnya bukan pada tarif, tetapi pada minimnya dukungan dana atau sponsor dari pemerintah untuk seniman yang membutuhkan. Seharusnya kebijakan diarahkan pada pemberian subsidi, bukan mengubah tarif,” tanggapnya.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI), semester tiga, Faras Yasmin menuturkan, kebijakan ini diharapkan bisa merata. Di samping itu, perlu adanya pelatihan atau wadah untuk para seniman belajar dan mengasah kemampuan yang dimiliki. Tujuannya untuk membuka peluang jaringan dan menambah wawasan untuk mereka.
“Kebijakan ini bisa membuka peluang lebih besar bagi seniman lokal untuk berkembang. Namun, saya sarankan agar pemerintah juga menyediakan subsidi atau program pendampingan bagi seniman pemula. Hal ini penting agar kebijakan tersebut benar-benar terasa manfaatnya. Tidak hanya untuk seniman besar, tetapi juga untuk komunitas seni kecil di daerah ,” pungkasnya.
(Edith Indah Lestari)