Kampung bebas asap rokok di Kayu Manis, Jakarta Timur. Sumber. timur.jakarta.go.id
Pada Rabu (31/7), Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Tembakau memulai implementasi Program Kawasan Tanpa Rokok (KTR). KTR juga diperkuat dengan peraturan daerah (Perda). Dalam program tersebut, terdapat tujuh kawasan yang harus benar-benar terbebas dari rokok, termasuk sarana pendidikan, kesehatan, dan transportasi umum. Program KTR tersebut sudah banyak diterapkan pada setiap daerah, namun masih dinilai kurang pada implementasi lapangan.
Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora (FAH), jurusan Sastra Arab, semester delapan, Mohammad Muqqit menanggapi, mayoritas penduduk Indonesia adalah perokok. Usulan pengimplementasian KTR bisa dimungkinkan, tetapi di tempat tertentu saja. Tantangan terbesar dalam hal tersebut adalah tingkat kesadaran diri perokok. Pecandu rokok juga merupakan tantangan dalam implementasi tersebut, karena pecandu rokok tidak bisa diubah secara langsung akan keinginannya terhadap rokok.
“Pemerintah juga harus memperketat pengawasan akan kebijakan terbaru yang dicetuskan, tidak hanya semata-mata membuat kebijakan mengenai hal itu. Jika penerapan dilakukan di kawasan kampus, maka dapat dimulai dengan peningkatan kesadaran akan kebersihan dan kesehatan masyarakat kampus. Kemudian, dapat dilanjutkan dengan poster dan pengawasan terkait kebijakan mengenai KTR. Jika dilihat masih adanya pelanggaran terhadap kebijakan, maka pelanggar dapat dikenakan sanksi dari tindakannya tersebut,” tuturnya.
Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), semester empat, Nanda Octaviana menuturkan, banyaknya kasus mengenai rokok cukup mengganggu masyarakat, baik dari segi kesehatan maupun hal lainnya. Program KTR harus lebih diperketat kembali dalam implementasinya. Hal tersebut dapat dilihat dengan tidak maksimalnya program KTR pada kabupaten atau kota tertentu. Pemerintah juga perlu mengedukasi masyarakat dengan lebih optimal mengenai bahaya rokok.
“Bahaya rokok tidak hanya berdampak pada perokok aktif, tetapi juga berdampak pada perokok pasif. Risiko kanker paru-paru yang menyerang perokok pasif jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perokok aktif. Di samping itu, KTR akan diterapkan pada tujuh kawasan, terutama kawasan kampus melalui upaya pemberian ruangan khusus. Pemberian ruangan rokok tersebut menjadi batasan khusus untuk perokok aktif. Di dalamnya disediakan asbak atau tempat sampah untuk meminimalisir pembuangan puntung rokok yang dapat merusak kebersihan kampus,” jelasnya.
(Gisska Putri Hidayat)