Potret Salvia Neysa Syakira.
Salvia Neysa Syakira, lahir di Tangerang pada 27 September 2004 adalah anak pertama dari dua bersaudara. Saat ini, ia tengah menempuh dunia perkuliahan sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK). Minatnya yang besar untuk belajar dan mengeksplorasi dunia baru membuatnya aktif mengikuti berbagai organisasi dan komunitas di kampus. Karena terbiasa dengan sosialisasi dengan banyak orang dan memperjuangkan hak perempuan, Salvia kerap membagikan kegiatannya di media sosial pribadi milliknya. Tak hanya itu, dirinya berhasil mendapatkan gelar Duta Perempuan Tarbiyah UIN Jakarta 2024.
Ketertarikannya pada dunia organisasi sudah dimulai sejak masa SMA, ketika ia menjabat sebagai Sekretaris, sejalan dengan passion-nya dalam bidang tulis-menulis dan administrasi. Selain berorganisasi, Salvia juga termotivasi untuk mendorong keterlibatan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, terutama di tengah dinamika dunia yang sering kali masih menyematkan stigma negatif pada perempuan. Baginya, penting untuk menghapus anggapan bahwa perempuan lemah, agar mereka dapat percaya pada kapabilitas diri dan mampu berkontribusi secara maksimal.
“Tentu sangat berkesan, dengan amanah yang diberikan sebagai Duta Perempuan Tarbiyah UIN Jakarta 2024. Saya merasa bisa mewakili para perempuan untuk terus menyuarakan ekspresinya, berpendapat lewat banyak hal untuk memperjuangkan hak-hak perempuan, sehingga perempuan bisa dengan tenang dalam berprogress. Amanah yang sangat berat dan harus ditanggung dengan sigap jadi mau tak mau harus siap dalam menghadapi segala hal tentang keperempuanan. Jadi mohon doanya yang terbaik agar aku bisa menjalankan amanah ini dengan penuh tanggung jawab,” tutupnya ketika ditanya perasaan menjadi Duta Perempuan Tarbiyah UIN Jakarta 2024.
Dalam kesehariannya, Salvia memiliki metode belajar yang efektif, yakni mendengarkan dengan seksama penjelasan dosen di kelas, mengurangi distraksi, dan aktif bertanya jika belum memahami materi. Ia juga menekankan pentingnya diskusi dengan teman-teman setelah kelas karena dapat meningkatkan pemahaman hingga 90%. Baginya, menulis juga menjadi cara penting untuk mengikat ilmu yang diperoleh.
Mengenai masa depan, Salvia belum memiliki jawaban pasti tentang jurusan yang akan ditekuni, tetapi ia memiliki harapan besar untuk melanjutkan studi hingga jenjang S3, jika diberikan kesempatan oleh Allah. Selain itu, ia tertarik dengan isu perempuan dan anak, terutama setelah menjalani magang di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Baginya, sebagai perempuan, penting untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dan menjadi role model bagi generasi mendatang, demi terciptanya generasi unggul Indonesia.
“Fokus dengan progress diri, maknai segala pelajaran yang didapat, karena mencapai di titik ini bukanlah perjalanan yang mudah. Penuh dengan perjuangan, terlebih survive di dunia perkuliahan itu lebih kompleks daripada dunia persekolahan. Cari relasi sebanyak mungkin, karena di titik inilah kita bisa mencari teman sebanyak-banyaknya sebelum kita terikat dengan dunia yang akan membuat kita terikat,” ujarnya.
Salvia Neysa Syakira terinspirasi oleh sosok Najwa Shihab dan Prilly Latuconsina, dua figur perempuan yang mempengaruhinya untuk terus bergerak dan berperan aktif dalam isu-isu perempuan. Menurutnya, perempuan tidak hanya terbatas pada peran domestik, tetapi juga mampu memiliki dampak besar di luar rumah dan berkontribusi bagi masyarakat.
Selain itu, salah satu hal yang paling membekas baginya adalah kesempatan untuk menyuarakan hak perempuan terhadap berbagai hal yang bertentangan dengan kepentingan mereka. Sebagai Duta Perempuan, ia merasa memiliki wewenang dan kredibilitas yang dapat dipertanggung jawabkan dalam menyampaikan aspirasi perempuan.
Salvia menyadari bahwa menyeimbangkan kegiatan kuliah dan aktivitas organisasi tidaklah mudah, terutama ketika kegiatan tersebut berbenturan satu sama lain. Namun, dengan tekad kuat, ia terus belajar lebih giat. Salvia mengakui bahwa ilmu yang didapatkan semasa sekolah sangat bermanfaat dan harus dipelajari secara berkelanjutan. Ia pun mengingatkan pentingnya fokus dalam belajar dengan mengurangi distraksi, seperti penggunaan gawai, yang dapat mengganggu proses belajar.
“Ambil kesempatan sebanyak-banyaknya, tak usah pedulikan hate speech yang ada di pikiran kepala, karena itu semua tidak akan terjadi, dan kita juga tidak bisa menyenangkan semua orang. Jangan lupa untuk mengenali diri sendiri lebih dalam dan sayangilah ia sebaik-baiknya, karena percuma berprogresif tapi tidak kenal dan tidak sayang dengan diri sendiri. Sama saja seperti menggenggam mawar yang penuh dengan duri, menyakiti diri sendiri pada akhirnya,” jelasnya.
(Edith Indah Lestari)