Industri fintech peer-to-peer (P2P) yang laba nya menunjukkan pertumbuhan pesat. Sumber. Insight Kontan
Per Agustus 2024, dana pinjaman online (Pinjol) mengalami peningkatan signifikan hingga mencapai Rp656,80 miliar. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, bahwa laba industri fintech peer-to-peer (P2P) menunjukkan pertumbuhan pesat. Kenaikan laba tersebut menarik perhatian mahasiswa UIN Jakarta. Mereka memberikan pandangannya terkait fenomena ini.
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), jurusan Hukum Keluarga (HK), semester tiga, Muhammad Fauzan menjelaskan, salah satu keluarganya pernah terjerat dalam pinjaman online. Keputusan untuk meminjam diambil karena kebutuhan mendesak dan saran dari orang lain, sehingga akhirnya menjerumuskan ke dalam utang dengan limit tinggi.
“Pengalaman yang sebenarnya tidak perlu dirasakan oleh orang lain tersebut memberikan pelajaran berharga. Setidaknya kita jadi tahu bagaimana pinjol bekerja dan mencengkeram penggunanya tanpa disadari. Mungkin akses ke pinjol perlu dipersulit, karena semakin mudah diakses, maka semakin banyak orang yang terjebak. Hal ini dapat merugikan diri sendiri, keluarga, dan orang di sekitarnya,” jelasnya.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Jurnalistik, semester tiga, Alya Nur Maharani menuturkan, pinjol sendiri sebetulnya memiliki sisi positif dan negatif, tetapi tergantung bagaimana penggunanya bijak dalam memanfaatkannya. Namun, sayangnya permasalahan pinjol di masyarakat Indonesia cukup terbilang kompleks.
“Masalah yang ada di masyarakat akibat pinjol dapat terjadi karena banyak yang tidak bijak menggunakannya, sehingga banyak yang terjebak dan bahkan menganggapnya haram. Dengan itu, manajemen finansial sangatlah penting dan harus ditanamkan sejak dini, sehingga kita bisa bijak menggunakan pinjol. Pinjol bukan solusi utama, tetapi bisa menjadi opsi dengan syarat harus bijak, serta memiliki perencanaan keuangan yang matang,” tuturnya.
(Gisska Putri Hidayat)