
Menteri Komdigi, Meutya Hafid berfoto bersama Menteri Kominfo, Budi Arie. Sumber. Viva
Pada Minggu (20/10), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) resmi alami perubahan nama menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid mengatakan, perubahan nama dengan penambahan kata “digital” ini, berguna untuk menjawab pertanyaan akan perkembangan teknologi dan zaman. Hal ini juga berkaitan erat dengan digitalisasi, serta bagaimana pemerintahan dapat lebih efisien dan efektif melalui penerapan teknologi digital.
Mahasiswa Fakultas Sains dan teknologi (FST), jurusan Sistem Informasi (SI), semester tujuh, Bintang Fajar mengungkapkan, dalam era digital dan Industri 4.0 saat ini, penggunaan istilah digital lebih relevan dibandingkan komunikasi dan informasi yang mulai jarang ditemui, terutama di negara-negara maju. Transformasi digital ini berperan penting dalam mempercepat dan menyederhanakan berbagai proses.
“Untuk percepatan inovasi digital sebenarnya itu tergantung dari kinerja menteri dan stafnya. Sebelumnya, Kominfo memang lebih berfokus pada instansi pemerintahan di kota-kota besar, sementara daerah terpencil kurang diperhatikan. Jadi, inovasi digital di daerah terpencil mungkin menjadi prioritas, tetapi kepastiannya masih belum terealisasi,” ungkapnya.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Kesejahteraan Sosial (Kessos), semester lima, Dimas Saputra mengatakan, perubahan ini merupakan langkah strategis untuk mencerminkan fokus pemerintah terhadap digitalisasi di semua sektor, terutama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi digital. Nama baru ini akan memperkuat fokus dalam mengembangkan infrastruktur digital dan meningkatkan akses teknologi di seluruh Indonesia.
“Dengan adanya kemudahan akses terhadap inovasi teknologi dan digital, kita bisa lebih mudah belajar dan beradaptasi dengan perkembangan terbaru. Jika keahlian ini bisa dikembangkan melalui pendidikan tinggi dan inkubasi startup lokal, maka kita bisa memperkuat pemberdayaan masyarakat tanpa bergantung pada perusahaan swasta yang mayoritas sahamnya dimiliki pihak asing,” pungkasnya.
(Gisska Putri Hidayat)