Ilustrasi perundungan yang terjadi di sekolah. Sumber. Divinity
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut bahwa pengendalian terhadap pelaku kekerasan di sekolah belum memberikan efek jera. Karena itu, masih banyak terjadi bullying atau perundungan yang tidak dapat terelakkan. Hal tersebut disampaikan oleh salah satu anggota KPAI, Aris Adi Leksono di Jakarta, dilansir Kamis (22/02). Menurutnya, bentuk penanganan saat ini di sekolah hanya penegakan aturan, serta belum menyentuh pemulihan kesadaran pelaku dalam menyakiti orang lain.
Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST), jurusan Sistem Informasi (SI), semester delapan, Muhammad Rijal Faiq menuturkan, Mirisnya, masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa kekerasan adalah jalan untuk melatih mental anak. Padahal, pelaku kekerasan tak jarang melakukan hal yang di luar batas wajar.
“Banyak faktor yang mendorong para pelajar untuk melakukan bullying, diantaranya seperti merasa paling berani, hebat, serta mementingkan diri sendiri. Jika sikap tersebut masih tertanam, maka mereka tidak akan sadar dan berhenti. Oleh karena itu, pihak sekolah dan pihak berwenang mesti tegas. Misalnya seperti memberikan kebijakan drop out bagi pelaku kekerasan untuk memberikan efek jera,” jelasnya.
Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), jurusan Pendidikan, Bahasa, dan Sastra Indonesia (PBSI), semester empat, Naya Nur Laila mengatakan, berdasarkan realita saat ini, masih banyak pelajar yang belum bisa saling menghargai satu sama lain. Padahal, kekerasan sendiri dapat berakibat fatal, seperti trauma dan depresi pada korban.
“Kekerasan, bullying, perundungan, dan lain sebagainya tidak dapat dibenarkan, sekalipun alasannya berasal dari faktor keluarga yang kurang harmonis. Sebab, kesadaran untuk menjauhi perbuatan yang menyakiti orang lain tumbuh dari diri sendiri. Mungkin untuk pencegahan lainnya bisa diadakan penyuluhan dan bimbingan orang tua yang tidak boleh lewat,” ujarnya.
(Azaria Suci Fernada)