Orang yang sedang melaksanakan vaksin. Sumber. Web.id
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengimpor vaksin cacar monyet dari negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dan Denmark sebagai langkah strategis untuk mencegah penyebaran virus di Indonesia. Keberhasilan upaya ini akan sangat bergantung pada efektivitas distribusi vaksin, pemantauan hasil vaksinasi, serta kolaborasi internasional yang erat. Kemenkes tidak hanya menyiapkan vaksin cacar monyet, tetapi juga memperkuat pemantauan kasus mpox di semua fasilitas kesehatan melalui survei dan investigasi. Selain itu, Kemenkes telah menyiapkan 12 laboratorium rujukan di berbagai daerah di Indonesia untuk mendukung upaya ini.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI), semester tujuh, Prasetyo menuturkan, kebijakan pemerintah adalah yang terbaik demi melindungi kesehatan masyarakat, terutama dalam menghadapi ancaman penyakit seperti cacar monyet. Salah satu langkah konkret adalah penyediaan vaksin cacar monyet sebagai upaya menekan penyebaran penyakit tersebut.
“Sebelum mendistribusikan vaksin ke seluruh wilayah, pemerintah perlu memastikan bahwa vaksin telah lulus uji klinis ketat di laboratorium kesehatan resmi untuk menjamin efektivitas dan keamanannya. Selain distribusi, pemerintah juga menekankan pentingnya edukasi masyarakat tentang penyakit cacar monyet, termasuk cara pencegahan dan pentingnya menjaga kesehatan,” tuturnya.
Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA), semester lima, Muhammad Ganang Hidayat menyatakan, impor vaksin menandakan adanya ketergantungan pada negara lain dalam hal produksi vaksin. Keterbatasan teknologi dan fasilitas dalam negeri menjadi penyebab utama. Meski impor adalah solusi darurat yang praktis, penting bagi Indonesia untuk meningkatkan pengembangan teknologi vaksin.
“Mengurangi ketergantungan impor juga berguna demi kemandirian di masa depan. Di samping itu, distribusi vaksin harus memprioritaskan wilayah dengan kasus tertinggi dan kelompok rentan. Pemerintah juga perlu berkolaborasi dengan pemerintah daerah untuk memastikan distribusi yang adil. Untuk mencegah ketidakadilan di daerah terpencil dengan infrastruktur yang kurang memadai, diperlukan koordinasi yang baik dan alokasi vaksin yang proporsional,” jelasnya.
(Edith Indah Lestari)