RDK FM

Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas saat wawancara di depan media. Sumber. Radar Jogja


Pelaku tindak pidana, termasuk koruptor, bisa mendapatkan pengampunan melalui denda damai yang memungkinkan mereka bebas dari hukuman setelah membayar sejumlah uang. Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas menjelaskan, bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) berwenang untuk menetapkan denda damai berdasarkan Undang-Undang (UU) Kejaksaan yang baru. Denda damai tersebut memungkinkan penghentian perkara di luar pengadilan dengan pembayaran denda yang disetujui, serta dapat diterapkan pada tindak pidana yang merugikan negara.

Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), jurusan Ilmu Hukum, semester tiga, Amirul Khidir menuturkan, pengesahan aturan denda damai bagi pelaku tindak pidana, termasuk koruptor, dapat memperbaiki keuangan negara. Namun, dampak negatifnya lebih besar karena dianggap tidak memberikan efek jera jangka panjang dan tidak adil bagi masyarakat. Jika aturan tersebut diterapkan, kepercayaan publik dapat menurun karena dianggap tidak memberikan keadilan nyata dan mendorong korupsi lebih lanjut.

“Menurut saya, jika aturan denda damai ini disahkan, hal ini tidak akan memberikan efek jera jangka panjang. Koruptor bisa saja mengulanginya karena merasa ada jalan keluar yang mudah jika ditangkap. Kebijakan ini tidak adil karena hukuman yang diberikan terlalu ringan dan tidak memberikan keadilan. Beberapa usulan hukuman berat yang dapat diterapkan, seperti larangan menjabat publik seumur hidup, menggabungkan denda damai dengan penjara, serta memberatkan denda bagi koruptor dan keluarganya,” ujarnya.

Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi  (FDIKOM), jurusan Manajemen Dakwah (MD), semester tiga, Achmad Khairul Soleh mengungkapkan, aturan denda damai untuk koruptor berisiko melemahkan penindakan terhadap korupsi dan merusak kepercayaan publik. Denda damai dianggap tidak efektif untuk memberikan efek jera, karena tidak disertai hukuman penjara atau pemulihan aset yang dapat memulihkan kerugian negara. Bahkan, hukuman penjara jauh lebih penting karena itu yang bisa memberikan efek jera.

“Aturan denda damai untuk koruptor itu sebenarnya bisa melemahkan penindakan korupsi dan bikin publik kehilangan kepercayaan. Pasalnya, denda saja tidak cukup membuat pelaku jera. Seharusnya ada hukuman penjara dan pemulihan aset supaya kerugian negara bisa kembali. Kalau hanya denda, hal itu tidak adil, apalagi apabila pelaku punya uang yang banyak, sehingga bisa lepas begitu saja. Kalau aturan ini diterapkan, kepercayaan kita terhadap lembaga hukum Indonesia bisa turun karena dianggap tidak adil,” pungkasnya.

(Fadil Achmad Fauzi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *