
Integrasi ilmu agama dan sains menjadi ciri khas pendidikan di UIN Jakarta. Sumber. uinjkt.ac.id
Mahasiswa UIN Jakarta mendukung integrasi ilmu agama dan sains dalam pendidikan perguruan tinggi keagamaan Islam negeri (PTKIN). Dukungan ini selaras dengan pernyataan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag) RI, Amien Suyitno, yang menekankan peran PTKIN dalam mencetak generasi unggul di bidang agama dan teknologi. Untuk mewujudkannya, kebijakan ini mendorong rekrutmen tenaga ahli sains, optimalisasi platform digital, serta perluasan digitalisasi dalam pembelajaran.
Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST), program studi (Prodi) Kimia, semester empat, Maura Alya Kamila menuturkan, keseimbangan antara ilmu agama dengan ilmu sains dan teknologi dianggap sebagai sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan mahasiswa di masa depan. Sebagaimana kehidupan di dunia yang harus dijalani dengan seimbang, mahasiswa juga akan menghadapi dampak buruk jika hanya berpegang pada ilmu agama tanpa mempelajari sains dan teknologi.
“FST telah disediakan oleh UIN Jakarta sebagai bentuk implementasi keseimbangan antara ilmu agama dan ilmu sains. Hal ini dianggap sebagai suatu kebanggaan. Namun, di sisi lain, kesempatan untuk menempuh pendidikan sains dan teknologi terus diperluas dengan adanya beasiswa tambahan dari Kementerian Agama bagi mahasiswa yang berminat,” tuturnya.
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin (FU), prodi Aqidah dan Filsafat Islam (AFI), semester delapan, Raihan Azaria Kurniawan mengungkapkan, kebijakan baru yang patut didukung. Dalam kehidupan modern, ketimpangan akan dirasakan jika hanya ilmu agama yang dipelajari tanpa adanya ilmu sains dan teknologi, begitu pula sebaliknya. Jika ilmu sains dan teknologi dipelajari tanpa disertai pemahaman agama, pemanfaatannya dikhawatirkan menjadi tidak terarah.
“Sebaiknya keputusan tetap harus diserahkan kepada masing-masing mahasiswa sesuai dengan minat dan bidang yang ingin mereka tekuni. Jika keseimbangan kedua ilmu tersebut dipaksakan, kemungkinan besar hasil yang diharapkan tidak akan tercapai secara optimal. Meskipun demikian, islamisasi ilmu tetap perlu dilakukan, karena sepesat apa pun perkembangan sains dan teknologi, nilai-nilai agama harus tetap disisipkan dalam setiap aspek keilmuan,” ungkapnya.
(Fayruz Zalfa Zahira)