Salah satu pabrik rokok kretek di Indonesia. Sumber. Merdeka.com
Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 diprediksi akan memberikan dampak besar pada industri rokok di Indonesia. Ketua Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan menyebut, regulasi baru ini bisa memicu penutupan pabrik-pabrik rokok legal di Indonesia, mengancam mata pencaharian petani tembakau dan cengkeh, serta meningkatkan peredaran rokok ilegal.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Jurnalistik, temester tiga, Kemal Syahid Mubarok menuturkan, kenaikan harga bea cukai yang tinggi menjadi tantangan bagi pabrik rokok di Indonesia. Hal ini memaksa mereka untuk menyesuaikan harga produk guna tetap bertahan. Di satu sisi, penutupan pabrik rokok dapat membantu masyarakat berhenti merokok, yang berdampak positif pada kesehatan masyarakat.
“Selain berdampak positif dalam segi kesehatan, hal ini juga akan berdampak signifikan terhadap sektor pertanian, khususnya tembakau yang mengakibatkan banyak petani kehilangan pekerjaannya karena kurangnya permintaan, terlebih dari pabrik-pabrik rokok yang tutup. Sebagai solusi, pabrik rokok dapat berinovasi dengan mengembangkan produk alternatif yang lebih ramah kesehatan atau produk tembakau lainnya yang dikenai cukai lebih rendah,” tuturnya.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, semester lima, Naufal Andyas Dary Fauzan menuturkan, sebagai salah satu perokok aktif, sangat disayangkan jika pabrik rokok di Indonesia benar-benar tutup. Di samping itu, beredarnya kampanye terkait kesehatan terhadap pengonsumsi rokok juga menjadi pemicu.
“Mungkin karena banyaknya kampanye kesehatan untuk meninggalkan konsumsi rokok menjadi salah satu penyebab menurunnya omzet pabrik rokok di Indonesia, meskipun memang tujuannya baik, bahkan persuasif dari pabrik rokoknya langsung. Selain itu, mungkin sudah banyak masyarakat yang sadar terkait dampak buruk dari merokok. Namun, ada alternatif lain selain rokok biasa, seperti rokok elektrik, vape, dan lain yang sejenisnya,” ungkapnya.
(Edith Indah Lestari)