Monumen Pancasila sebagai peringatan dari peristiwa G30S/PKI. Sumber. setapaklangkah.com.
Pada Senin (30/09), Indonesia mengenang peristiwa tragis yang dikenal sebagai Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) atau Gerakan September Kelabu (Gestapu). Lebih dari 59 tahun, peristiwa ini meninggalkan luka yang sangat mendalam bagi Indonesia. Peringatan ini terus menjadi momen refleksi bagi masyarakat untuk mengingat pentingnya menjaga persatuan dan menghindari konflik ideologi yang memecah belah bangsa.
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin (FU), jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (IAT), semester lima, Muhammad Ali Al-Baqir mengungkapkan, kehidupan yang damai hingga sekarang bukan karena perjuangan yang sepele, tetapi ada banyaknya pengorbanan tokoh serta aktivis yang mungkin selama hidupnya berada di bawah tekanan negara. Terlebih, mereka harus meninggal di tangan pemerintah.
“Peringatan inii adalah hal yang perlu dikaji bersama agar semua sadar bahwa kedamaian dan persahabatan yang bisa dinikmati sekarang adalah hasil dari perjuangan. Di samping itu, peristiwa ini termasuk ke dalam konflik ideologi. Dengan itu, jangan sembarangan mengambil kesimpulan sepihak atau mengklaim sesuatu. Tidak semua hal tentang PKI itu buruk. Jadi, pahami ideologi dan sejarahnya dengan baik sebelum memberikan justifikasi,” ungkapnya.
Dirinya menambahkan, sebagai mahasiswa, kita tidak boleh mudah terprovokasi dan juga tidak mudah memprovokasi orang lain. Harapannya, semoga ke depannya, mahasiswa di seluruh Indonesia, dari berbagai kampus dan institusi akan semakin mendalami kajian-kajian literatur mengenai sejarah G30S/PKI.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Kesejahteraan Sosial (Kessos), semester tiga, Nur Istibsyaroh mengatakan, G30S/PKI berperan besar dalam membentuk narasi anti komunis dan pro-militer yang kuat di Indonesia, terutama selama Orde Baru. Isu G30S/PKI masih sering digunakan dalam politik untuk membangun dukungan atau menyerang lawan, meski peristiwa itu telah terjadi lama sekali.
“Saya pikir penayangan ulang film G30S/PKI bisa dikerahkan, tetapi dengan penjelasan tambahan yang lebih netral dan kritis agar tidak bias. Peristiwa ini menunjukan pentingnya memahami konteks politik bagi mahasiswa untuk dijadikan pembelajaran, khususnya mengenai bahaya konflik ideologi dan pentingnya memahami sesuatu dari berbagai sudut pandang. Semoga mahasiswa bisa mempelajari sejarah dengan kritis dan tidak menerima narasi tunggal begitu saja,” ujarnya.
(Gisska Putri Hidayat)