Petani gula di Indonesia. Sumber. VOI
Meskipun dikenal sebagai negara agraris, Indonesia kini menghadapi ironi besar dengan statusnya sebagai pengimpor gula terbesar di dunia. Data terbaru menunjukkan bahwa ketergantungan terhadap gula impor terus meningkat, sehingga hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang efektivitas kebijakan pertanian, serta dampaknya terhadap petani lokal. Dalam konteks ini, perdebatan tentang kebutuhan untuk meningkatkan produksi gula domestik dan mendukung petani semakin mendesak.
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), jurusan Ekonomi Syariah, semester tujuh, Rafanza Elham Jamhari mengatakan, Indonesia sebagai pengimpor gula terbesar di dunia menunjukkan bahwa situasi ini dapat menjadi peluang untuk memperkuat sektor pertanian. Banyak ahli berpendapat bahwa peningkatan impor gula sebenarnya dapat mendorong pemerintah untuk lebih serius dalam mengembangkan produksi gula dalam negeri.
“Ketergantungan pada gula impor bisa menjadi sinyal bagi pemerintah untuk melakukan reformasi dalam kebijakan pertanian. Pentingnya investasi dalam teknologi pertanian dan riset untuk meningkatkan produktivitas tebu di dalam negeri. Adanya tekanan dari pasar internasional, petani lokal dapat diberdayakan melalui program pelatihan dan dukungan dari pemerintah. Jika pemerintah fokus pada pengembangan industri gula, maka perlu menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan petani,” katanya.
Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), jurusan Pendidikan Biologi (PBio), semester lima, Naurah Princess Katili menuturkan, ketergantungan ini menunjukkan kegagalan sistemik dalam pengelolaan pertanian. Seharusnya Indonesia bisa mandiri dalam produksi gula, tetapi kenyataannya malah sebaliknya. Hal tersebut mencerminkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap sektor pertanian.
“Impor gula tidak hanya merugikan petani, tetapi juga menciptakan ketidakadilan di pasar Indonesia. Sebab, petani lokal tidak dapat bersaing dengan harga gula impor yang lebih murah. Jika kita terus mengandalkan gula dari luar, kita rentan terhadap fluktuasi harga dan krisis pasokan. Ini berbahaya bagi ekonomi kita. Pemerintah perlu berinvestasi dalam teknologi dan pelatihan untuk petani agar bisa meningkatkan produktivitas,” jelasnya.
Dirinya berharap, bahwasanya isu ini dapat menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengevaluasi dan memperbaiki kebijakan pertanian. Tujuannya agar dapat mengevaluasi dan membentuk masa depan yang lebih mandiri dan berkelanjutan bagi sektor gula di Indonesia.
(Asy Syifa Salsabila)