Industri tekstil dalam negeri. Sumber. Liputan6.com
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, bahwa volume impor tekstil kian melonjak pada Selasa (10/7). Hal tersebut terjadi karena diterapkannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 mengenai kebijakan impor. Banyak pelaku industri tekstil yang mengkhawatirkan hal tersebut karena dapat mengancam daya saing dan produktivitas industri lokal. Kemenperin juga menekankan pentingnya pengawasan dalam penyalahgunaan kebijakan.
Dosen Jurnalistik dan Pengamat Kebijakan Publik, Nanang Syaihu mengatakan, banyaknya impor tekstil yang terjadi disebabkan oleh kurangnya produksi dalam negeri. Meskipun demikian, kebijakan produk impor tidak boleh lebih murah dibandingkan produk lokal. Hal ini menjadi penyebab matinya produksi lokal. Produk impor bebas pajak memberikan kelonggaran kepada perusahaan importir untuk membawa barang-barang luar negeri ke dalam negeri.
“Kebebasan impor merupakan hal yang lumrah, tetapi harus melihat bagaimana produksi lokal yang dilakukan oleh masyarakat. Pemerintah harus menggunakan kebijakan dengan tujuan yang semestinya, bukan membuat produk impor bersaing dengan produk lokal. Beberapa industri tekstil Indonesia telah mengalami kerugian sehingga menyebabkan berhentinya suatu produksi. Jika terjadi kelesuan pasar tekstil, maka frekuensi dari produksi industri tekstil tidak produktif. Memproduksi tekstil juga melihat dari kebutuhan pasar, karena seiring banjirnya barang-barang impor, hal itu tidak memiliki dampak keuntungan bagi produsen,” tuturnya.
Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA), semester enam, Farha Fuada mengungkapkan, semakin banyaknya impor tekstil, maka dapat menunjukkan bahwa pemerintah belum percaya dengan kualitas dalam negeri. Adapun dampak dari lonjakan impor tersebut adalah pemecatan karyawan yang bekerja dalam sektor industri tekstil. Hal tersebut menjadi salah satu faktor pemicu maraknya pengangguran di Indonesia dan lemahnya angka perekonomian.
“Belum ditemukannya keseimbangan perlindungan industri tekstil impor dengan produksi lokal. Sebab, pada realita yang ada, produk impor jauh lebih berpeluang dalam persaingan pasar. Pemerintah seharusnya mendorong para petani memproduksi bahan baku tekstil seperti kapas dan wol. Solusi itu dapat memenuhi produksi dalam negeri dan menghidupkan industri tekstil lokal. Indonesia merupakan negara makmur yang dapat memproduksi berbagai jenis barang melalui kesuburan tanahnya. Semoga pemerintah dapat mengurangi frekuensi produk impor,” pungkasnya.
(Gisska Putri Hidayat)