
Aksi demonstrasi terhadap penolakan tambang pasir. Sumber. Analysis
Pada (11/10), ratusan masyarakat pesisir dari berbagai wilayah di Indonesia menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Jakarta. Mereka menuntut pemerintah untuk menghentikan rencana ekspor pasir laut yang dinilai merugikan ekosistem laut dan kehidupan masyarakat pesisir. Aksi protes ini muncul sebagai respons atas kebijakan terbaru pemerintah yang membuka kembali keran ekspor pasir laut, meskipun sebelumnya sempat dihentikan karena dianggap merusak lingkungan dan menimbulkan konflik sosial di kalangan nelayan.
Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), jurusan Pendidikan Biologi, semester sembilan, Anggita Tazkia Rahmat menuturkan, penambangan pasir laut memang berpotensi merusak ekosistem, terutama terumbu karang dan padang lamun. Namun, dampak ini dapat diminimalisir jika penambangan dilakukan dengan metode yang benar dan modern, dengan pendekatan berbasis riset, serta wilayah penambangan yang tidak mengancam keanekaragaman hayati. Pemantauan keanekaragaman hayati secara berkala juga akan membantu menjaga keseimbangan ekologis.
“Kerusakan pada habitat penting seperti terumbu karang bisa dihindari jika penambangan difokuskan di area yang jauh dari ekosistem sensitif. Teknologi modern memungkinkan pemodelan arus laut untuk memprediksi dampak aktivitas penambangan terhadap siklus kehidupan spesies laut, seperti ikan dan plankton. Selain itu, langkah mitigasi seperti rehabilitasi ekosistem pasca-penambangan perlu diterapkan. Restorasi terumbu karang dan penanaman padang lamun merupakan contoh upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kerusakan,” tuturnya.
Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST), jurusan Ilmu Pertambangan, semester lima, Alviansyah Rahmat mengatakan, pemerintah Indonesia kembali membuka ekspor pasir laut yang sebelumnya sempat dihentikan. Langkah ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk Aliviansyah. Sebagai mahasiswa teknik pertambangan, dirinya melihat adanya potensi besar dari kebijakan ini. Ia menyatakan, bahwa ekspor pasir laut yang dikelola secara terencana dapat menjadi sumber devisa besar bagi negara.
“Ekspor pasir laut yang dikelola dengan matang dan terukur dapat menjadi sumber devisa besar bagi negara, sekaligus mendukung pembangunan infrastruktur di negara-negara, seperti Singapura yang membutuhkan pasir untuk reklamasi. Namun, terdapat kekhawatiran terkait kerusakan lingkungan, terutama terhadap terumbu karang dan biota laut. Namun, dengan penerapan teknologi modern dan metode penambangan ramah lingkungan, dampak negatif ini bisa diminimalisir. Riset lebih lanjut sangat diperlukan untuk menemukan cara yang lebih efisien dalam melindungi ekosistem,” ujarnya.
(Asy Syifa Salsabila)