RDK FM

Komunitas mahasiswa yang turut andil dalam mengkampanyekan penghapusan kekerasan seksual.


Pada Rabu (19/06), masyarakat internasional memperingati Hari Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Konflik Sedunia. Kekerasan seksual dalam konflik mengacu pada pemerkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan kehamilan, pelecehan, dan lain sebagainya. Peringatan tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan kesadaran akan perlunya mengakhiri kekerasan seksual yang berhubungan dengan konflik.

Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI), semester delapan, Maisya Aqila mengungkapkan, Pelecehan seksual semakin marak terjadi, terkhususnya pada perempuan. Dalam meminimalisir masalah tersebut, pemerintah harus memperketat undang-undang dan peraturan pemerintahan mengenai kekerasan seksual, terutama yang terjadi dalam konflik. 

“Keadilan bagi korban juga dapat ditindak lanjuti dengan memberikan konsultasi maupun ruang pengaduan kekerasan seksual. Sebagai mahasiswa, kita juga turut mengambil andil dalam penghapusan kekerasan seksual dalam konflik seperti tidak menjadi pelaku kekerasan seksual, melindungi korban ketika melihat perbuatan tersebut, serta membuat komunitas peduli korban kekerasan seksual. Semoga kekerasan seksual dalam konflik dapat diberantas habis, sehingga menciptakan ketenangan publik,” tuturnya.

Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), jurusan Hukum Ekonomi Syariah (HES), semester empat, Ahmad Haerudin mengatakan, kekerasan seksual dalam konflik dinilai miris dan merugikan khalayak ramai. Langkah awal yang dapat dilakukan pemerintah dalam pencegahan masalah tersebut adalah pemberian jaminan keamanan, pemberian sanksi secara adil kepada pelaku, dan pemberian sosialisasi kepada masyarakat sebagai tindak pencegahan. 

“Kekerasan seksual yang marak terjadi menimbulkan ketidaknyamanan terhadap lingkungan yang tenang. Maka, diperlukannya peranan masyarakat yang peduli akan keresahan sekitar. Tantangan utama yang terjadi dalam perbuatan kekerasan seksual adalah stigma masyarakat mengenai patriarki, sifat individualisme, dan kurangnya edukasi dalam masyarakat. Di sisi lain, pentingnya dukungan dari antar kelompok masyarakat dalam menyuarakan dan mengkampanyekan isu-isu kesetaraan gender serta stop kekerasan seksual,” pungkasnya.

(Gisska Putri Hidayat)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *