
Demonstrasi driver ojek onine dan taksi online pada Selasa (20/5). Sumber. detik.com
Ribuan driver ojek online dan taksi online menggelar demonstrasi besar-besaran pada Selasa (20/5) di lima titik pusat kegiatan, yang meliputi kawasan depan Kementerian Perhubungan, Istana Merdeka, Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), kantor aplikasi, serta sejumlah lokasi lain yang berhubungan dengan layanan aplikasi. Aksi ini dilakukan untuk menyuarakan lima tuntutan utama, yakni pemberian sanksi tegas kepada perusahaan yang melanggar regulasi pemerintah, pelaksanaan Remote Desktop Protocol antara Kementerian Perhubungan, asosiasi, dan aplikator, pemotongan biaya layanan aplikasi sebesar sepuluh persen, revisi tarif penumpang, serta penetapan tarif layanan makanan dan pengiriman barang yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), jurusan Ilmu Hukum (IH), semester empat, Sabrina Salsa menilai, aksi demonstrasi para driver ojek dan taksi online merupakan bentuk penyampaian aspirasi terhadap berbagai persoalan yang dirasakan di lapangan. Menurutnya, permasalahan tersebut mencakup ketidakselarasan tarif dengan biaya operasional, tidak meratanya penyesuaian tarif di berbagai daerah, serta kebijakan aplikator yang dinilai belum berpihak kepada para pengemudi.
“Sebagai pengguna layanan, saya merasa potongan harga pada tarif perjalanan, makanan, maupun pengiriman barang sangat membantu. Potongan tersebut tidak hanya meringankan beban pengeluaran, tetapi juga memudahkan masyarakat dalam mengakses berbagai kebutuhan sehari-hari dengan lebih cepat, praktis, dan efisien. Saya berharap pemerintah dan aplikator dapat menemukan solusi yang adil bagi semua pihak, termasuk pengguna dan pengemudi,” ungkapnya.
Driver ojek online, Rinaldi menyampaikan, aksi demonstrasi yang berlangsung merupakan wujud kekecewaan para pengemudi terhadap kebijakan pemerintah dan aplikator dalam penetapan tarif layanan, mulai dari perjalanan, makanan, hingga pengiriman barang. Banyak driver merasa tarif yang berlaku tidak sebanding dengan pendapatan yang diperoleh. Ketimpangan semakin terasa karena tidak adanya penyesuaian tarif di daerah dengan biaya hidup tinggi, serta kemunculan aplikasi baru yang menawarkan promo besar-besaran kepada pelanggan, yang kemudian menimbulkan kecemburuan sosial di antara sesama driver.
“Kami berharap pemerintah dan pihak terkait bisa segera menyelesaikan persoalan ini, khususnya dalam penetapan tarif yang lebih adil dan merata. Kami juga mendesak agar perusahaan aplikasi yang melanggar aturan diberi sanksi tegas. Sudah saatnya suara kami didengar dan diperjuangkan,” ujarnya.
(Yuzka Al-Mala)