
Mahasiswa tolak pelemahan KPK, bukti generasi muda lawan budaya korupsi yang kini diatasi kampus lewat mata kuliah antikorupsi. sumber. antikorupsi.org
Praktik korupsi tidak lagi terbatas pada lingkaran elit kekuasaan, tetapi mulai meresap ke ruang-ruang akademik dalam bentuk sederhana seperti mencontek, manipulasi data, dan penitipan absen. Fenomena ini menjadi alarm serius bahwa budaya korupsi bisa tumbuh sejak bangku kuliah dan mengakar dalam pola pikir generasi muda. Sebagai langkah pencegahan dini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menggagas pendidikan antikorupsi sebagai mata kuliah wajib di perguruan tinggi.
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, jurusan Ilmu Hukum semester enam, Zholfar Jauzaa Haryotomo menilai potensi praktik koruptif di kampus tetap terbuka, terutama dalam pengelolaan anggaran. Meski transparansi sering dijanjikan, realisasinya kerap tidak diikuti dengan sosialisasi yang jelas kepada publik kampus. Pengadaan program atau barang yang kurang relevan bagi mahasiswa juga menjadi celah penyalahgunaan jika tak diawasi secara ketat.
“Dimasukkannya pendidikan antikorupsi sebagai mata kuliah dinilai sebagai langkah strategis untuk membangun kesadaran kolektif di lingkungan akademik. Pembentukan nilai integritas akan lebih kuat jika dimulai sejak bangku sekolah, agar budaya antikorupsi tertanam sejak awal. Dengan demikian, upaya ini tidak sekadar menjadi teori, tetapi membentuk karakter yang tercermin dalam praktik kehidupan kampus sehari-hari,” ucapnya.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), semester enam, Dhiyaul Muttaqin mengungkap, pendidikan antikorupsi sebagai langkah positif dalam membentuk karakter mahasiswa dan menanamkan kesadaran integritas. Agar tidak berhenti pada tataran wacana, program ini perlu dirancang secara matang melalui diskusi lintas pemangku kepentingan, dengan mempertimbangkan kesiapan institusi dan kebutuhan mahasiswa.
“Sosialisasi yang hati-hati dinilai penting agar implementasi tidak menimbulkan kebingungan dan mampu menjawab persoalan nyata di lingkungan kampus. Diharapkan, pemahaman antikorupsi yang diperoleh mahasiswa tak hanya berhenti di ruang kelas, tetapi juga menyentuh aspek yang lebih luas seperti tata kelola pemerintahan dan kesadaran masyarakat melalui diskusi publik maupun kegiatan edukatif lainnya,” ungkapnya.
(Fayruz Zalfa Zahira)