
enam bangkai tikus yang dipenggal, telah dilemparkan seseorang ke kantor redaksi tempo. Sumber. tempo.co
Insiden pengiriman kepala babi tanpa telinga dan bangkai tikus ke kantor redaksi Tempo menarik perhatian media internasional. Kejadian yang terjadi pada 19 dan 22 Maret tersebut dinilai sebagai bentuk intimidasi terhadap kebebasan pers di Indonesia. Agence France Presse (AFP) dan The Straits Times menyoroti insiden ini sebagai ancaman serius terhadap jurnalisme di Indonesia. Para aktivis pun menyerukan perlindungan kebebasan pers serta mendesak penyelidikan lebih lanjut terhadap tindakan teror tersebut.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Jurnalistik, semester empat, Daffa Yazid Fadhlan mengungkapkan, perhatian media asing terhadap kasus ini menunjukkan bahwa permasalahan kebebasan pers di Indonesia telah menjadi isu global. Situasi ini sangat memprihatinkan karena tidak hanya berdampak secara nasional tetapi juga mempengaruhi citra Indonesia di dunia internasional.
“Kebebasan pers merupakan salah satu poin utama reformasi pasca-Orde Baru, yang seharusnya dijaga dan dilindungi. Namun, intimidasi terhadap media seperti Tempo justru mencerminkan langkah mundur dalam demokrasi. Pemerintah perlu bersikap lebih tegas dalam melindungi jurnalis agar kebebasan pers tetap terjamin. Perhatian media internasional terhadap situasi ini bisa menjadi pedang bermata dua—jika pemerintah mampu menjaga kebebasan pers dengan baik, citra Indonesia sebagai negara demokratis akan semakin positif,” ungkapnya.
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), jurusan Perbandingan Mazhab (PMH), semester empat, Sevgi Ahinsa menuturkan, insiden ini kemungkinan besar berkaitan erat dengan pemberitaan yang dilakukan oleh Tempo. Intimidasi seperti ini dapat menimbulkan ketakutan bagi media dalam meliput berita, menyampaikan opini, serta menyatakan sikap secara independen.
“Asumsi bahwa intimidasi terhadap media terkait dengan pemberitaan mereka dapat menciptakan ketidakbebasan pers. Respons masyarakat yang menunjukkan kekhawatiran seharusnya mendorong pemerintah untuk bertindak tegas, seperti melakukan penyelidikan dan menjamin keamanan jurnalis. Solidaritas antar-media menjadi kunci dalam menghadapi ancaman ini, karena di era digital, media berperan besar dalam menjaga transparansi dan membangun kesadaran publik,” pungkasnya.
(Mahendra Dewa asmara)