RDK FM

Pembredelan lukisan Yos Suprapto. Sumber. USS Feed


Direktur Amnesty International Indonesia (AII), Usman Hami menilai pembatalan pameran lukisan Yos Suprapto di Galeri Nasional Indonesia sebagai alarm bagi kebebasan berekspresi. Dirinya menjelaskan, bahwa karya seni adalah bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM), di mana setiap orang bebas menyampaikan gagasan. Usman menegaskan, penyensoran karya seni biasanya terjadi di negara totaliter atau otoriter dengan alasan mengganggu stabilitas politik, norma agama, atau norma sosial.

Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), jurusan Manajemen Pendidikan, semester lima, Ahmad Nadi Arjunnajah menuturkan, pembatalan pameran seni Yos Suprapto yang mencerminkan kritik sosial sangat mengecewakan,  karena seni adalah sarana ekspresi, edukasi, dan protes. Penurunan kebebasan berekspresi di Indonesia, seperti kriminalisasi aktivis dan pembatasan media, mengancam demokrasi dan kreativitas masyarakat. 

“Melihat pameran yang sudah direncanakan sejak tahun lalu sekejap batal karena alasan karya dianggap vulgar. Padahal, seni itu kan sarana ekspresi, edukasi, dan bahkan kritik sosial. Kalau kebebasan berekspresi terus ditekan seperti ini, bagaimana kreativitas masyarakat bisa berkembang? Kita, sebagai mahasiswa, harus ambil peran, bisa lewat edukasi, aksi damai, atau solidaritas untuk mendukung kebebasan berekspresi,” tuturnya.

Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), semester tiga, Najwan Akbar mengungkapkan, karya seni penting untuk menyuarakan kebebasan berekspresi dan kritik, seperti yang dilakukan Iwan Fals. Sayangnya, kebebasan ini semakin terbatas di Indonesia, dengan pemerintah yang membungkam kritik lewat buzzer dan Undang – Undang Informasi dan Transaksi Ekonomi (UU ITE). 

“Kedepannya, generasi muda harus mendukung kebebasan berekspresi selama tidak mengandung hal buruk. Jika terus dikekang, demokrasi Indonesia bisa hancur, dan rakyat hanya bisa diam menghadapi kekuasaan yang sewenang-wenang. Sekarang mahasiswa hanya dapat beraksi, asal nggak ada kata-kata kasar atau yang kurang pantas. Kalau didiamkan, pilar demokrasi di Indonesia bisa hancur, dan kekuasaan akan lebih semena,” jelasnya.

(Fadil Achmad Fauzi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *