Jaksa Agung menegaskan pentingnya adaptasi budaya di kejaksaan sebagai kunci untuk memperkuat kepercayaan publik. kejaksaan.go.id
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menegaskan pentingnya adaptasi budaya bagi para jaksa agar mampu menjadi insan Adhyaksa yang humanis dan adaptif. Upaya ini dinilai penting untuk membentuk jaksa yang tidak hanya cerdas dan profesional, tetapi juga memahami konteks sosial serta budaya masyarakat tempat mereka bertugas. Adaptasi budaya mencakup kemampuan memahami bahasa daerah, membangun kepercayaan publik, dan menyampaikan pesan hukum secara efektif.
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), jurusan Ilmu Hukum (IH), semester lima, Tiara Refani Junior menuturkan, pentingnya kemampuan jaksa beradaptasi dengan budaya setempat, terutama saat bertugas di luar daerah asal. Menurutnya, pemahaman terhadap budaya lokal menjadi kunci karena hukum bersifat dinamis dan harus hidup di tengah masyarakat agar dapat diterapkan secara efektif. Ketidakmampuan beradaptasi dengan hukum yang berlaku, termasuk hukum adat, berpotensi menimbulkan konflik dan menurunkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum.
“Sebagai mahasiswa hukum, penting memahami bagaimana hukum tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat, baik dari sisi sosial maupun norma yang melingkupinya. Pemahaman terhadap antropologi dan sosiologi juga menjadi bagian penting agar calon penegak hukum mampu menafsirkan hukum berdasarkan konteks sosial yang melatarinya,” tuturnya.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Jurnalistik, semester lima, Firman Fathur Rahman mengungkapkan pentingnya bagi jaksa memahami nilai-nilai budaya di wilayah tempat bertugas. Sebelum hukum negara diberlakukan, masyarakat telah memiliki hukum adat yang menjadi pedoman, sehingga pemahaman terhadap budaya lokal dapat membantu jaksa menghindari konflik dan menjalankan tugas dengan bijak.
“Sebagai mahasiswa, perlu membiasakan diri membaca dan mengikuti perkembangan berita untuk menambah wawasan serta kepedulian terhadap kondisi negara. Mahasiswa juga sebaiknya berperan aktif menyuarakan pendapat, misalnya melalui tulisan opini di media sosial,” ungkapnya.
(Nadine Fadila Azka)