Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad. Sumber. nasional.kompas.com
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan gaji pokok anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih mencapai Rp65 juta meski tunjangan perumahan dihapus. Laporan yang dirilis pada Jumat (5/9) itu muncul di tengah gelombang demo 17+8 yang menuntut efisiensi anggaran negara. Publik menilai kebijakan tersebut tidak sensitif terhadap kondisi ekonomi dan tidak sebanding dengan kinerja DPR.
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), jurusan Hukum Tata Negara (HTN), semester tujuh, Ismi Khairi mengatakan, keadilan sosial harus mencakup semua lapisan masyarakat. Menurutnya, kebijakan kenaikan gaji anggota DPR tidak mencerminkan nilai keadilan sosial karena seharusnya wakil rakyat lebih mengedepankan dialog dengan masyarakat dan mahasiswa untuk menampung aspirasi mereka.
“Keadilan sosial idealnya hadir untuk semua, baik kalangan atas maupun bawah. Namun, sikap DPR yang tetap menaikkan gaji justru memperkuat anggapan masyarakat bahwa pemerintahan terbiasa dengan praktik korupsi dan membuat kinerja DPR semakin kurang dihargai,” ucapnya.
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) jurusan Ekonomi Pembangunan (EP), semester lima, Jaka Ardiansyah mengungkapkan, kenaikan gaji DPR yang jauh dari kondisi penghasilan masyarakat berpotensi menimbulkan ketimpangan. Kenaikan tersebut semestinya disesuaikan dengan pendapatan rata-rata nasional agar lebih adil dan mencerminkan kondisi ekonomi yang sebenarnya.
“Pengawasan publik sangat penting untuk memastikan pejabat tetap menjalankan tugas secara transparan dan bertanggung jawab. Tanpa pengawasan, dikhawatirkan muncul penyalahgunaan kewenangan, terlebih ketika kenaikan gaji tidak diimbangi dengan pembangunan infrastruktur yang sepadan dengan kontribusi pajak masyarakat,” ungkapnya.
(Safia Salsabila Putri)