Siapkan Kompetensi Digital Peserta Didik, Kemendikdasmen Luncurkan Koding sebagai Mata Pelajaran Baru
Kemendikdasmen jadikan koding sebagai mata pelajaran baru. Sumber. goodnewsfromindonesia.id Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) meluncurkan program penguatan pembelajaran koding sebagai mata pelajaran baru. Program ini bertujuan meningkatkan kompetensi digital peserta didik dalam menghadapi transformasi teknologi dan kebutuhan industri masa depan, sekaligus menyiapkan generasi yang adaptif, kreatif, dan berdaya saing di era digital. Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST), jurusan Sistem Informasi (SI), semester sembilan, Farhan Fadhilah Rasyid menyampaikan, penerapan pembelajaran coding merupakan langkah efektif untuk meningkatkan keterampilan pelajar dan mahasiswa. Regulasi yang jelas dinilai penting agar pelaksanaan pembelajaran tidak membebani peserta didik, sehingga penyesuaian materi diperlukan agar minat belajar dapat berkembang secara merata di berbagai bidang. “Langkah ini sangat positif karena hampir seluruh bidang pekerjaan saat ini telah terhubung dengan teknologi. Kemampuan dasar dalam pemrograman menjadi bekal penting, bahkan bagi mereka yang tidak berasal dari jurusan teknologi informasi, sehingga dapat meningkatkan kesiapan menghadapi tantangan di dunia kerja modern,” ujarnya. Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), jurusan Ilmu Hukum (IH), semester lima, Nabila Trisya Humaira menuturkan, langkah ini sangat positif seiring perkembangan teknologi masa kini. Teknologi modern menjadi kemampuan dasar yang penting dalam pemrograman bagi mahasiswa, sehingga pemahaman terhadap Koding dapat mendorong terciptanya karya digital seperti aplikasi, permainan interaktif, maupun situs web yang berfungsi sebagai wadah penyaluran gagasan kreatif. “Melalui pembelajaran pemrograman, mahasiswa dapat mengasah kemampuan berpikir logis, mengembangkan kreativitas, serta meningkatkan keterampilan dalam memecahkan masalah secara sistematis. Dengan demikian, Koding tidak hanya menjadi keahlian teknis, tetapi juga sarana pengembangan potensi akademik dan kreatif,” tuturnya. (Maura Maharani Rizky)
Perkuat Ketahanan Pangan Nasional, Kemendikdasmen Tingkatkan Literasi Pangan Lokal
Kemendikdasmen tingkatkan literasi pangan lokal di sekolah sebagai upaya memperkuat ketahanan pangan nasional. Sumber. badanbahasa.kemendikdasmen.go.id Penguatan literasi pangan lokal digencarkan sebagai upaya menumbuhkan kesadaran generasi muda terhadap pola makan sehat dan berkelanjutan, sejalan dengan program ketahanan pangan nasional. Gerakan ini menyoroti pentingnya pemahaman pangan dari sisi nilai sosial dan potensi daerah. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menyambut langkah tersebut dengan rencana memperkuat literasi pangan di dunia pendidikan melalui penerbitan bahan bacaan, penambahan istilah pangan dalam KBBI, serta kerja sama dengan dunia usaha dan industri (DUDI). Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM) Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) semester tiga, Khairul Umam menuturkan, pentingnya meningkatkan literasi pangan di kalangan generasi muda agar tidak hanya menilai makanan dari segi rasa dan tren semata. Pemahaman terhadap asal-usul serta nilai sosial pangan lokal dinilai dapat menumbuhkan kesadaran mahasiswa akan potensi daerah sekaligus mendorong kontribusi nyata dalam pengembangan produk masyarakat. “Literasi pangan juga mencakup pemahaman tentang makanan yang baik dikonsumsi dan mana yang sebaiknya dibatasi. Kesadaran ini penting agar generasi muda tumbuh dengan pola makan sehat dan berkelanjutan, sehingga memberi dampak positif bagi generasi berikutnya. Kampus memiliki peran besar dalam mengenalkan literasi pangan, misalnya melalui seminar, proyek sosial, atau kampanye kreatif di media kampus agar isu ini lebih mudah diterima mahasiswa,” tuturnya. Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), prodi Pendidikan Agama Islam (PAI), semester tiga, Muhammad Fadhillah Miftah menyampaikan, cara paling efektif mengenalkan literasi pangan kepada anak muda adalah melalui kegiatan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, seperti kampanye kreatif, bazar makanan lokal, atau konten edukatif di media sosial. Literasi pangan dinilai akan lebih mudah diterima jika dikemas secara ringan dan menarik, bukan melalui pendekatan yang terlalu formal. “Mahasiswa bisa mulai dari hal sederhana, seperti membeli produk lokal, ikut mempromosikan UMKM daerah, atau membuat konten seputar pangan sehat dan produk Indonesia di media sosial. Dengan begitu, isu pangan tidak hanya menjadi wacana, tetapi dapat berkembang menjadi gerakan nyata di lingkungan kampus yang seru, relevan, dan berdampak langsung bagi masyarakat,” ujarnya. (Fayruz Zalfa Zahira)